Bersikap ramah dan hangat itu perlu. Sebuah jabat tangan, pelukan, ciuman, dan sikap penuh perhatian penting untuk menyatakan kasih. Namun, pastikan kita melakukannya dengan tulus. Tanpa kamuflase. Sebab jika kita memakainya sekadar untuk menjaga "topeng kerohanian" kita, orang akan merasa ditipu dan dikhianati. Tidak jauh beda dengan ciuman Yudas!

Jumat, 20 November 2009

Film cin(T)a


Saya chat by Facebook dengan teman saya(Praz). Selang beberapa lama si Praz memberi saya sebuah link dari Youtube.
Penasaran dengan link tersebut maka saya langsung meluncur ke link itu, dan apa yang saya temukan adalah sebuah movie trailer berjudul cin(T)a.
Lakok apik banget..!!
Saking penasarannya saya langsung tanya sama mbah google. kemudian dijawab dengan sebuah halaman web dari movie berjudul cin(T)a.

Synopsis (copy paste dari pdfnya)
Cina (Sunny Soon), seorang mahasiswa baru yang belum pernah mengalami kegagalan dalam hidup,
sehingga dia yakin bisa mewujudkan impiannya hanya dengan modal iman.
Annisa (Saira Jihan), mahasiswi tingkat akhir yang kuliahnya terhambat karena karirnya di dunia film.
Popularitas dan kecantikan membuatnya kesepian, sehingga ia bersahabat dengan jarinya sendiri
yang selalu digambari bermuka sedih. Sampai suatu hari datang ‘jari’ lain yang menemani.
(T), karakter yang paling tidak bisa ditebak. Setiap orang merasa mengenal-Nya. Setiap karya seni
mencoba untuk menggambarkan-Nya, tapi tidak ada yang benar-benar mampu menggambarkan-
Nya.
(T) mencintai Cina dan Annisa, tapi Cina dan Annisa tidak dapat saling mencintai karena mereka
memanggil (T) dengan nama yang berbeda.

Saya masih penasaran, tanya lagi ke mbah google dan dijawab oleh rekan-rekan blogger dan Pakde Kompas yang telah menulis mengenai film ini.
(dari Kompas):
Cina (Sunny Soon) berhasil masuk sebagai mahasiswa jurusan Aritektur di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung. Kehidupan ekonomi keluarganya kurang dari cukup sehingga memaksanya untuk berusaha mencari pekerjaan sampingan sebagai pegawai refleksi di Healthy Spa dan mendaftarkan beasiswa untuk menambah uang sakunya. Sesuai dengan namanya, Cina berasal dari suku Tionghoa yang tinggal di daerah Sumatera Utara. Dia bercita-cita untuk menjadi seorang Gubernur Tapanuli ketika kelak Tapanuli berdiri sendiri menjadi sebuah provinsi.

Selama menjalani orientasi mahasiswa baru, Cina bertemu dengan seorang wanita cantik yang berprofesi sebagai bintang film dan sekaligus seniornya di kampus. Dialah Annisa (Saira Jihan), mahasiswi tingkat akhir yang kuliahnya terhambat karena kariernya di dunia film.

Sudah tiga kali tugas akhir Cina ditolak Annisa, lantaran karyanya kurang sempurna dan jauh dari yang diharapkan akibat idealisme yang dipegangnya. Masalah tersebut didorong juga karena Annisa masih belum menerima pernikahan kedua Ibunya setelah sepeninggalan Ayah kandungnya. Di kampus, Annisa selalu diperguncing teman-temannya termasuk Cina, karena IP (Indeks Prestasi)nya hanya 2,1 dan tugas akhirnya yang bermasalah.

Annisa dan Cina selalu bertemu di waktu dan tempat yang tak terduga. Cina pun tertarik dengan desain rancangan Tugas Akhir Annisa yang selalu ditolak oleh dosennya dan Cina pun bersedia membantu Annisa untuk menyelesaikannya. Dari situ lah pertemuan mereka semakin sering dan hubungan mereka semakin dekat.

Dalam Film ini, sutradara Sammaria Simanjuntak, mencoba menyorot kehidupan religi masing-masing karakter. Cina yang rajin pergi ke gereja dan Annisa, seorang artis yang tidak pernah meninggalkan sholat.

Kehidupan mereka sehari-hari pun terus bergulir dengan diisi berbagai diskusi mengenai perbedaan agama mereka. Pergulatan pendapat yang dikemas dengan diskusi yang santai dengan tanpa memunculkan konflik. Dari masalah apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan oleh Islam maupun Kristen.

Pada tahun itu, perayaan Idul Fitri dan Natal saling berdekatan. Sebagai dua orang sahabat yang saling toleransi, Cina membantu Annisa membuat ketupat pada saat Idul Fitri, dan begitu pun sebaliknya, Annisa membantu Cina menghias pohon Natal.

Bersama dengan penulis naskah Sally Anom Sari, Sammaria merancang karakter, setting, dan dialog yang sederhana dan mengusik kesadaran masyarakat penuh warna di Indonesia. Dialog-dialog yang dipakai dalam film ini terbilang cukup berat dan masih bersentuhan dengan agama. Ini terlihat pada dialog antara Cina dan Annisa mengenai siapa pendamping mereka kelak. Annisa sudah dijodohkan Ibunya dengan seorang keturunan beragama Islam. Sedangkan Cina ingin istrinya kelak mencintai Tuhannya lebih dari dirinya.

Rasa emosi kemudian muncul ketika Cina dan Annisa memperdebatkan masalah pengeboman gereja-gereja di Indonesia pada Hari Natal. Cina memutuskan untuk mengambil beasiswanya dan pergi ke Singapura. Cina merasa kehadirannya sebagai orang Kristen tidak akan diterima di Indonesia apalagi bila menjadi seorang pemimpin, karena dia menyadari bahwa mayoritas orang Indonesia adalah muslim.

Sammaria, mencoba menghadirkan warna Indonesia dengan menyisipkan simbol-simbol yang berkaitan dengan nasionalisme dalam filmnya. Lihatlah, ada bendera Indonesia, Burung Garuda yang merupakan lambang Negara Indonesia, ciri kebudayaannya Indonesia lainnya seperti boneka wayang dan adat istiadat pre-wedding suku Jawa yang digambarkan pada saat Annisa melakukan prosesi mandi kembang sebelum menikah.

Film ini pun dikemas secara kreatif di mana beberapa scene testimoni dari beberapa pasangan suami istri yang berbeda agama yang menjelaskan keharmonisan mereka walaupun hidup dengan memegang keyakinan masing-masing.

Dalam pengemasannya, Sammaria menggunakan dua konsep sinematorafi. Pertama, mengingat keberadaan Tuhan sangat subjektif pada setiap orang, Sammaria meletakkan penonton pada ‘sudut pandang Tuhan’. Huruf T yang terselip di antara kata Cin(T)a, yang jadi judul film, merujuk pada Tuhan.

Reaksi penonton pada film mencerminkan persepsi penonton itu sendiri tentang Tuhan. Kedua, Sammaria menggunakan konsep ‘dunia hanya milik berdua, yang lain di off-frame’. Karena ketika kita jatuh cinta, dunia serasa milik berdua. Ini terlihat dari awal hingg akhir, peran dan dialog hanya dilakukan oleh Cina (Sunny Soon) dan Annisa (Saira Jihan), walaupun ada juga dialog dari pemeran lain tetapi mereka tidak diperlihatkan atau ada suara tapi tak diperlihatkan wajahnya.

Sammaria lagi-lagi mampu membawa pesan damai, ketimbang memperdebatkan konflik horizontal yang tak pernah berujung, ia berhasil membangun sebuah pesan perdamaian, yang selama ini diidam-idamkan.

Sammaria mengharapkan, dengan film ini, segala konflik horizontal dan perbedaan agama di Indonesia dapat diselesaikan dengan tenang dan damai, bukannya dengan kekerasan sehingga bisa didiskusikan dengan baik.



Kenapa saya begitu tertarik dengan film ini,
1. Saya terlahir dari keluarga yang berbeda keyakinan.
2. Saya pernah menjalani masa 'pacaran' dengan yang berbeda keyakinan dengan saya.
3. Kenapa Bangsa ini tidak memfasilitasi orang yang mau menikah dengan beda keyakinan seperti jaman ortu saya?
4. Selama manusia bisa menerapkan 'kasih, menghormati, menghargai' maka tidak ada konflik SARA.

Semoga saya kebagian tiket di Jogja, kalo nggak kebagian ya ke Salatiga :-P
Jadwal bisa dilihat di Web nya film tersebut.

Mungkin rekan yang membaca blog saya ini punya 'uneg-uneg' silahkan ber-comment-ria.

Salut untuk Sammaria Simanjuntak dan Teamnya.

1 komentar:

  1. wuiii... baru baca ajjh dh tertarik,,, konsep crita'y bagus,, untuk pencerahan bagi bangsa ini,,,

    BalasHapus